BAB
I
PENDAHULAUN
1.2 Latar belakang
Sebagai
umat manusia kita harus senantiasa taat menjalankan perintahnya agama, yaitu
dengan menjalankan segala perintah Allah, serta meninggalkan apa-apa yang
dilarang olehnya di abad 21 ini, mungkin banyak diantara kita yang masih
berkurang memperhatikan dan mempelajari akhlak. Yang perlu diingat, bahwa
Tauhid sebagai inti ajaran Islam yang memang seharusnya kita utamakan,disamping
mempelajari akhlak. Karena tauhid merupakan realisasi akhlak seorang hamba terhadap
Allah, seseorang yang bertauhid dan baik akhlaknya berarti ia adalah
sebaik-baiknya manusia.
Namun,
pada pernyataannya dilapangan. Usaha-usaha pembinaan akhlak melalui berbagai
lembaga pendidikan dan melalui berbagai macam metode terus dikembangkan. Ini
menunjukkan bahwa akhlak perlu dibina. Dri pembinaan tersebut akan terbentuk
pribadi-pribadi muslim yang berakhlak mulia, taat kepada Allah dan rasul-Nya
hormat kepada ibu bapak dan sayang kepada sesama mahluk ciptaan Allah.
Dengan
demikian pembentukan akhlak dapat diartikan sebagai usaha-usaha sungguh-sungguh
dalam rangka membentuk akhlak anak, dengan menggunakan sarana pendidikan dan
pembinaan yang terprogram dengan baik dan dilaksanakan dengan sungguh-sungguh
dan konsisten
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa arti pembentukan Akhlak.?
2. Bagaimana Metode Pembinaan Akhlak.?
3. Apa Faktor-faktor Yang Mempengaruhi
Pembentukan Akhlak.?
4. Apa Manfaat Akhlak Yang Mulia?
5. Apa saja Macam – macam Ahlak mulia.?
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Arti Pembentukan Akhlak
Berbicara
masalah pembentukan akhlak sama dengan berbicara tentang tujuan pendidikan,
karena banyak sekali dijumpai pendapat para ahli yang menyatakan bahwa tujuan
pendidikan adalah pembentukan akhlak. Muhammad Athiyah Al-Abrasyi misalnya mengatakan bahwa pendidikan budi
pekerti dan akhlak adalah jiwa dan tujuan pendidikan islam. Demikan pula ahmad
D. Marimba berpendapat bahwa tujuan utama pendidikan islam adalah identik
dengan tujuan hidup setiap Muslim, yaitu untuk menjadi hamba Allah, yaitu hamba
yang percaya dan menyerahkan diri kepada-Nya dengan memeluk agama islam
Namun
sebelum itu masih ada masalah yang perlu kita dudukkan dengan seksama, yaitu
apakah akhlak itu dapat dibentuk atau tidak? jika dapat dibentuk apa alasannya
dan bagaimana caranya? Dan jika tidak,
apa pula alasannya dan bagaimana selanjutnya!
Menurut
sebagian ahli bahwa akhlak tidak perlu dibentuk, karena akhlak adalah insting
(garizah) yang dibawa manusia sejak lahir. Bagi golongan ini bahwa masalah
akhlak adalah pembawaan dari manusia sendiri, yaitu kecendrungan kepada
kebaikan atau fithrah yang ada dalam diri manusia, dan dapat juga berupa kata
hati atau intuisi yang selalu cendrung kepada kebenaran. Dengan pandangan
seperti ini, maka akhlak akan tumbuh dengan sendirinya, walaupun tanpa dibentuk
atau diusahakan (ghair muktasabah). Kelompok ini lebih lanjut menduga bahwa
akhlak adalah gambaran batin sebagaimana terpantul dalam perbuatan lahir.
Perbuatan lahir ini tidak akan sanggup mengubah perbuatan batin. Orang yang
bakatnya pendek misalnya tidak dapat dengan sendirinya meninggikan dirinya,
demikian sebaliknya.
Selanjutnya
ada pula pendapat yang mengatakan bahwa akhlak adalah hasil dari pendidikan,
latihan, pembinaandan perjuangan keras dan sungguh-sungguh. Kelompok yang
mendukung pendapat yang kedua ini umumnya datang dari Ulama-ulama Islam yang
cendrung pada akhlak. Ibnu Maskawaih, Ibn Sina, al-Ghazali dan lain0lain
termasuk kepada kelompok yang mengatakan bahwa akhlak adalah hasil usaha
(muktasabah). Imam al-Ghazali misalnya mengatakan sebagai berikut :
لَوْكَانَتِ اْلَاخْلَاقُ لاَ تَقْبَلُ التَّغَيُّرُ
لَبَطَلَتِ الوَصَايَا وَالمَوَاعِظَ وَالتَأْدِيْبَاتُ وَلِمَا قَالَ رَسُوْلُ اللهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ حَسِّنُوْا اَخْلَاقَكُمْ
Seandainya
akhlak itu tidak dapat menerima perubahan, maka batallah fungsi wasiat, nasihat
dan pendidikan dan tidak ada pula fungsinyahadits nabi yang mengatakan “
perbaikilah akhlak kamu sekalian “.
Pada
kenyataan dilapangan, usaha-usaha pembinaan akhalak melalui berbagai lembaga
pendidikan dan melalui berbagai macam metode terus dikembangkan. Ini
menunjukkan bahwa akhlak memang perlu dibina, dan pembinaan ini ternyata
membawa hasil berupa terbentuknya pribadi-pribadi muslim yang berakhlak mulia,
taat kepada Allah dan Rasul-Nya, hormat kepada ibu-bapak, saying kepada sesame
makhluk Tuhan dan seterusnya. Keadaan sebaliknya juga menunjukkan bahwa
anak-anak yang tidak dibina akhlaknya, atau dibiarkan tanpa bimbingan, arahan,
dan pendidikan, ternyata menjdi anak-anak yang nakal, mengganggu masyarakat,
melakukan berbagai perbuatan tercela dan seterusnya. Ini menunjukkan bahwa
akhlak memang perlu dibina.
Keadaan
pembinaan ini semakin terasa diperlukan terutama pada saat dimana semakin
banyak tantangan dan godaan sebagai dampak dari kemajuan dibidang iptek.
Peristiwa yang baik atau yang buruk dengan mudah dapat dilihat melalui pesawat
televise, internet dan lain-lain. Demikian pula produk obat-obat terlarang,
minuman keras, dan pola hidup materialistic dan hedonistic semakin menggejala.
Semua ini jelas membutuhkan pembinaan akhlak.
Dengan
demikian pembentukan akhlak dapat diartikan sebagai usaha sungguh-sungguh dalam
rangka membentuk anak, dengan menggunakan sarana pendidikan dan pembinaan yang
terprogram dengan baik dan dilaksanakan dengan sungguh-sungguh. Potensi
rohaniah yang ada dalam diri manusia dibina secara optimal dengan cara dan
pendekatan yang tepat.
2.2 Metode Pembinaan Akhlak
Pembinaan
akhlak merupakan tumpuan perhatian pertama dalam Islam. Hal ini dapat dilihat dari
salah satu misi kerasulan Nabi Muhammad SAW. yang utama adalah untuk
menyempurnakan akhlak yang mulia. Dalam salah satu haditsnya beliau menegaskan
innama buitstu li utammima makarim al-akhlaq (H.R Ahmad) (Hanya saja aku diutus
untuk menyempurnakan akhlak yang mulia).
Perhatian
islam yang demikian terhadap pembinaan akhlak ini dapat pula dilihat dari
perhatian islam terhadap pembinaan jiwa yang harus didahulukan daripada
pembinaan fisik, karena dari jiwa yang baik inilah akanlahir
perbuatan-perbuatan yang baik yang pada tahap selanjutnya akan mempermudah
menghasilkan kebaikan dan kebahagiaan pada seluruh kehidupan manusia, lahir dan
batin.
Pembinaan
akhlak dalam Islam juga terintegrasi dengan pelaksanaan rukun iman. Hasil
analisis Muhammad al-Ghazali terhadap rukun islam yang lima telah menunjukkan
dengan jelas, bahwa dalam rukun Islam yang lima itu terkandung konsep pembinaan
akhlak. Rukun islam yang pertama adalah mengucapakan dua kalimah syahadat,
yaitu bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah, dan bersaksi bahwa Nabi Muhammad
adalah utusan Allah. Kalimat ini mengandung pernyataan bahwa selama hidupnya
manusia hanya tunduk kepada aturan dan tuntutan Allah. Orang yang tunduk dan
patuh pada aturan Allah dan Rasul-Nya sudah dapat dipastikan akan menjadi orang
yang baik.
Selanjutnya
rukun islam yang kedua adalah mengerjakan shalat lima waktu. Shalat yang
dikerjakan akan membawa pelakunya terhindar dari perbuatan yang keji dan
munkar. (Q.S. Al-Ankabut :45) dalam hadits qudsi dijelaskan pula sebagai
berikut :
اِنَّمَا اَتَقَبَّلَ الصَّلَاةُ مِمَّنْ تَوَاضَعَ
بِهَا لِعَظَمَتِيْ وَلَمْ يَسْتَطِلْ عَلَى خَلْقِيْ وَلَمْ يَبِتْ مُصِرَّا عَلَى
مَعْصِيَتِيْ وَقَطَعَ النَّهَارَ فِيْ ذِكْرِيْ وَرَحِمَ المِسْكْيْنَ وَابْنَ السَّبِيْلِ
وَالْاَرْمِلَةِ وَرَحِمَ المُصَابَ {رواه البزّر}
Artinya
: Bahwasanya aku menerima shalat hanya dari orang yang bertawadlu dengan
shalatnya kepada keagungan-Ku yang tidak terus-menerus berdosa, menghabiskan
waktunya sepanjang hari untuk dzikir
kepada-Ku, kasih saying kepada fakir miskin, ibn sabil, janda serta mengasihi
orang yang mendapat musibah. (H.R. al-Bazzar)
Pada
hadits tersebut shalat diharapkan dapat menghasilkan akhlak yang mulia, yaitu
bersikap tawadlu, mengagungkan Allah, berdzikir, membantu fakir miskin, ibn
sabil, janda dan orang yang mendapat musibah.
Selanjutnya
dalam rukun Islam yang ketiga, yaitu zakat juga mengandung didikan akhlak,
yaitu agar orang yang melaksanakannya dapat membersihkan dirinya dari sifat
kikir, mementingkan diri sendiri, dan membersihkan hartanya dari hak orang
lain, yaitu hak fakir miskin dan seterusnya. Muhammad al-Ghazali mengatakan
bahwa hakikat zakat adalah untuk membersihkan jiwa dan mengangkat derajat
manusia ke jenjang yang lebih mulia.
Begitu
juga islam mengajarkan ibadah puasa sebagai rukun Islam yang keempat, bukan
hanya sekedar menahan diri dari makan dan minum dalam waktu yang terbatas,
tetapi lebih dari itu merupakan latihan menahan diri dari keinginan melakukan
perbuatan keji yang dilarang. Dalam hal ini Nabi mengingatkan :
مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّوْرِ وَالْعَمَلَ بِهِ
فَلَيْسَ لِلِه حَاجَةٌ فِيْ اَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ {رواه البخاري}
Artinya
: Siapa yang tidak suka meninggalkan kata-kata dusta, dan perbuatan yang palsu,
maka Allah tidak membutuhkan daripadanya, puasa meninggalkan makan dan
minumnya.(H.R. Bukhari)
Selanjutnya
rukun Islam yang kelima adalah ibadah haji. Dalam ibadah haji ini pun nilai
pembinaan akhlaknya lebih besar lagi dibandingkan dengan nilai pembinaan akhlak
yang ada pada ibadah dalam rukun Islam yang lainnya. Hal ini bisa dipahami
karena ibadah haji ibadah dalam Islam bersifat komprehensif yang menuntut
persyaratan yang banyak, yaitu disamping menguasai ilmunya, juga harus sehat
fisiknya, ada kemauan keras, bersabar dalam menjalankannya dan harus mengeluarkan
biaya yang tidak sedikit, serta rela meninggalkan tanah air, harta kekayaan dan
lainnya. Hubungan ibadah haji dengan pembinaan akhlak ini dapat dipahami dari
ayat yang berbunyi :
Artinya : (Musim) haji adalah beberapa bulan
yang dimaklumi, barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan
mengerjakan haji, Maka tidak boleh berkata kotor (jorok), berbuat fasik dan
berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji. dan apa yang kamu kerjakan
berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya. Berbekallah, dan Sesungguhnya
sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku Hai orang-orang yang
berakal. (QS. Al-Baqarah : 197)
Berdasarkan
analisis yang didukung dalil-dalil al-Qur’an dan al-Hadits tersebut diatas,
kita dapat mengatakan bahwa islam sangat member perhatian yang besar terhadap
pembinaan akhlak, termasuk cara-caranya. Hubungan antara rukun iman dan rukun
islam terhadap pembinaan akhlak menunjukkan bahwa pembinaan akhlak yang
ditempuh islam adalah menggunakan cara atau system yang menggunakan berbagai
sarana peribadatan dan lainnya secara simultan untuk diarahkan pada pembinaan
akhlak.
Dalam
tahap-tahap tertentu, pembinaan akhlak, khususnya akhlak lahiriah dapat pula
dilakukan dengan cara paksaan yang lama-kelamaan tidak lagi terasa terpaksa.
Seseorang yang ingin menulis dan mengatakan kata-kata yang bagus misalnya, pada
mulanya ia harus memeksakan tangan dan mulutnya menuliskan atau mengatakan
kata-kata dan huruf yang bagus. Apabila pembinaan ini sudah berlangsung lama,
maka paksaan tersebut sudah tidak terasa lagi sebagai paksaan.
Pembinaan
akhlak secara efektif dapat pula dilakukan dengan memperhatika factor kejiwaan
sasaran yang akan dibina. Menurut hasil penelitian para psikolog bahwa kejiwaan
manusia berbeda-beda menurut perbedaan tingkat usia. Pada usia kanak-kanak
misalnya lebih menyukai pada hal-hal yang bersifat rekreatif dan bermain. Untuk
itu ajaran akhlak dapat disajikan dalam bentuk permainan. Hal ini pernah
dilakukan oleh para ulama dimasa lalu, mereka menyajikan ajaran akhlak lewat
syair yang berisi sifat-sifat Allah dan rasul, anjuran beribadah, akhlak mulia
dan lainnya.
2.3 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pembentukan
Akhlak
Untuk
menjelaskan factor-faktor yang mempengaruhi pembentukan akhlak pada khususnya
dan pendidikan pada umumnya, ada tiga aliran yang sudah amat popular. Pertama
aliran Nativisme. Kedua, aliran Empirisme, dan ketiga aliran konvergensi.
Menurut
aliran Nativisme bahwa faktor yang paling berpengaruh terhadap pembentukan diri
seseorang adalah factor pembawaan dari dalam yang bentuknya dapat berupa
kecendrungan, bakat, akal, dan lain-lain. Jika seseorang sudah memiliki
pembawaan atau kecendrungan kepada yang baik, maka dengan sendirinya orang
tersebut menjadi baik.
Aliran
ini tampaknya begitu yakin terhadap potensi batin yang ada dalam diri manusia,
da hal ini kelihatannyaerat kaitannya dengan pendapat aliran intuisisme dalam
hal penentuan baik dan buruk sebagaimana telah diuraikan diatas. Aliran ini
tampak kurang menghargai atau kurang memperhitungkan peranan pembinaan dan
pendidikan.
Selanjutnya
menurut aliran Empirisme bahwa factor yang paling berpengaruh terhadap
pembentukan diri seseorang adalah factor dari luar, yaitu lingkungan social,
termasuk pembinaan dan pendidikan yang diberikan. Jika pendidikan dan pembinaan
yang diberikan kepada anak itu baik, maka baiklah anak itu. Demikian jika
sebaliknya. Aliran ini tampak lebih begitu percaya kepada peranan yang
dilakukan oleh dunia pendidikan dan pengajaran.
Dalam
pada itu aliran konvergensi berpendapat pembentukan akhlak dipengaruhi oleh
faktor internal, yaitu pembawaan sianak, dan faktor dari luar yaitu pendidikan
dan pembinaan yang dibuat secara khusus, atau melalui interaksi dalam
lingkungan social.
Aliran
yang ketiga, yakni aliran konvergensi itun tampak sesuai dengan ajaran islam.
Hal ini dapat dipahami dari ayat dan hadits dibawah ini :
Dengan
demikian faktor yang mempengaruhi pembinaan akhlak pada anak ada dua, yaitu
faktor dari dalam yaitu potensi fisik, intelektual dan hati (rohaniah) yang dibawa
sianak sejak lahir, dan factor dari luar yang dalm ini adalh kedua orang tua
dirumah, guru di sekolah, dan tokoh-tokoh serta pemimpin dimasyarakat. Melelui
kerja sama yang baik antara tiga lembaga pendidikan tersebut, maka aspek
kognitif ( pengetahuan), efektif (penghayatan), psikomotorik (pengamalan)
ajaran yang diajarkan akan terbentuk pada diri anak. Dan inilah yang
selanjutnya dikenal dengan istilah manusia seutuhnya.
2.4 Manfaat Akhlak Yang Mulia
Akhlak
yang mulia ini kemudian ditekankan karena disamping akan membawa kebahagiaan
bagi individu, juga sekaligus membawa kebahagiaan bagi masyarakat pada umumnya.
Dengan kata lain bahwea akhlak pertama yang ditampilkan seseorang, manfaatnya
adalah untuk orang yang bersangkutan.
Al-Qur’an
dan al-Hadits banyak sekali memberikan informasi tentang manfaat akhlak yang
mulia itu.
Ayat
diatas dengan jelas menggambarkan keuntungan atau manfaat dari akhlak yang
mulia, yang dalam beriman tak beramal shaleh. Mereka itu akan memperoleh
kehidupan yang baik, mendapatkan rezeki yang berlimpah ruah, mendapatkan pahala
yang berlipat ganda di akhirat dengan masuknya kedalam surga. Hal ini
menggambarkan bahwa manfaat dari akhlak mulia itu adalah keberuntungan hidup
didunia dan diakhirat. Menurut M. Quraish Shihab, janji-janji Allah yang
demikian itu pasti akan terjadi, karena ia merupakan sunnatullah sama
kedudukannya dengan sunnatullah yang bersifat alamiah, asalkan hal tersebut
ditempuh dengan cara-cara yang tepat dan benar.
Selanjutnya
di dalam hadits juga banyak dijumpai keterangan tentang datangnya keberuntungan
dari akhlak. Keberuntungan tersebut diantaranya adalah:
1. Memperkuat dan Menyempurnakan Agama
Nabi bersabda :
اِنَّ اللهَ تَعَالٰى
اِخْتَارَ لَكُمْ الِاسْلاَمَ دِيْنًا فَاكْرِمُوْهُ بِحُسْنِ الخُلُقِ وَالسَّخَاءِ
فَاِنَّهُ لاَ يَكْمِلُ اِلَّاَ بِهِمَا
Allah
telah memilihkan agama Islam untuk kamu, hormatilahagama dengan akhlak dan
sikap dermawan, karena islam itu tidak akan sempurna kecuali dengan akhlak dan
sikap dermawan itu.
حُسْنُ الْخُلُقِ
وَحُسْنُ الجِوَارِ يَعْمُرَانِ الدِّيَارَ وَيَزِيْدَانِ فِي الْاَعْمَارِ
Berakhlak
yang baik dan berhubungan dengan tetangga yang baik, akan membawa keberuntungan
dan kemakmuran.
2. Mempermudah perhitungan amal di akhirat
Nabi bersabda :
ثَلَاثٌ مَنْ كُنَّ فِيْهِ حَاسَبَهُ اللهُ حِسَابًا
يَسِيْرًا وَاَدْخَلَهُ الْجَنَّةَ تُعْطِيْ مَنْ حَرَمَكَ وَتَعْفُوْ عَمَّنْ ظَلَمَكَ
وَتَصِلُ مَنْ قَطَعَكَ { رواه الحاكم }
Ada
tiga perkara yang membawa kemudahan hisab (perhitungan amal di akhirat) dan
akan dimasukkan ke surga, yaitu engkau member sesuatu kepada orang yang tak
pernah memberi apapun kepadamu (kikir), engkau memaafkan orang yang pernah
menganiayamu, dan engkau menymbung tali silaturahmi kepada orang yang tak
pernah kenal padamu. (H.R. Al-Hakim).
3. Menghilangkan kesulitan
Nabi Bersabda :
مَنْ نَفَّسَ عَنْ
مُؤْمِنٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا نَفَّسَ اللهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ
يَوْمَ القِيَامَةِ {رواه المسلم}
Barangsiapa
yang melepaskan kesulitan orang mu;min dari kehidupannya di dunia ini, maka
Allah akan melepaskan kesulitan tersebut pada hari kiamat. (H.R. Muslim).
4. Selamat hidup di dunia dan di akhirat
Nabi bersabda :
ثَلَاثٌ مُنْجِيَاتٌ : خَشْيَةُ اللهِ تَعَالَى فِي
السِّرِّ وَالْعَلَانِيَةِ وَالْعَدْلُ فِي الرِّضَا وَالْغَضَبِ وَالْقَصْدُ فِي الفَقْرِ
وَالْغِنَى {رواه ابوا الشيخ}
Ada
tiga perkara yang menyelamatkan manusia, yaitu takut kepada Allah di tempat
yang tersembunyi maupun di tempat yang terang, berlaku adil pada waktu rela
maupun pada waktu marah, dan hidup sederhana pada waktu miskin, maupun waktu
kaya. (H.R. Abu Syaikh).
Banyak
bukti yang dapat dikemukakan yang dijumpai dalam kenyataan social bahwa orang
yang berakhlak mulia semakin beruntung. Orang yang baik akhlaknya pasti disukai
oleh masyarakatnya, kesulitan dan penderitaannya akan dibantu untuk dipcahkan,
walaupun ia tidak mengharapkannya. Peluang, kepercayaan, kesempatandatang silih
berganti kepadanya.
Sebaliknya
jika akhlak yang mulia itu telah sirna, dan berganti dengan akhlak yang
tercela, maka kehancuran pun akan segera datang menghadangnya.
Penyair Syauki
Bey pernah mengatakan,
اِنَّمَا الْاُمَمُ
الْاَخْلَاقُ مَا بَقِيَتْ وَاِنْ هُمُوْا ذَهَبَتْ اَخْلَاقُهُمْ ذَهَبُوْا
Selama
umat itu akhlaknya baik ia akan tetap eksis, dan jika akhlaknya sirna, maka
bangsa itu pun akan binasa.
2.5 Macam – macam Ahlak mulia
Kita telah
mengetahui bahwa akhlak Islam merupakan sistem moral yang berdasarkan Islam,
yakni bertitik tolak dari akidah yang diwahyukan Allah kepada Nabi atau
Rasul-Nya untuk disampaikan kepada umatnya. Secara garis besar akhlak dapat
digolongkan dalam dua kategori yaitu sebagai berikut:
1.
Akhlak Al-Karimah
Akhlak
Al-karimah atau akhlak yang mulia sangat amat jumlahnya, namun dilihat dari
segi hubungan manusia dengan Tuhan dan manusia dengan manusia, akhlak yang
mulia itu dibagi menjadi tiga bagian, yaitu:
a.
Akhlak Terhadap Allah
Akhlak terhadap Allah adalah pengakuan dan kesadaran bahwa tiada
Tuhan selain Allah. Dia memiliki sifat-sifat terpuji demikian Agung sifat itu,
yang jangankan manusia, malaikatpun tidak akan menjangkau hakekatnya.
b.
Akhlak terhadap Diri Sendiri
Akhlak yang baik terhadap diri sendiri dapat diartikan menghargai,
menghormati, menyayangi dan menjaga diri sendiri dengan sebaik-baiknya, karena
sadar bahwa dirinya itu sebagai ciptaan dan amanah Allah yang harus
dipertanggungjawabkan dengan sebaik-baiknya. Contohnya: Menghindari minuman
yang beralkohol, menjaga kesucian jiwa, hidup sederhana serta jujur dan
hindarkan perbuatan yang tercela.
c.
Akhlak terhadap sesama manusia
Manusia adalah makhluk sosial yang kelanjutan eksistensinya secara
fungsional dan optimal banyak bergantung pada orang lain, untuk itu, ia perlu
bekerjasama dan saling tolong-menolong dengan orang lain. Islam menganjurkan
berakhlak yang baik kepada saudara, Karena ia berjasa dalam ikut serta
mendewasaan kita, dan merupakan orang yang paling dekat dengan kita. Caranya
dapat dilakukan dengan memuliakannya, memberikan bantuan, pertolongan dan
menghargainya
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berbicara
masalah pembentukan akhlak sama dengan berbicara tentang tujuan pendidikan,
karena banyak sekali dijumpai pendapat para ahli yang menyatakan bahwa tujuan
pendidikan adalah pembentukan akhlak. Menurut sebagian ahli bahwa akhlak tidak
perlu dibentuk, karena akhlak adalah insting (garizah) yang dibawa manusia
sejak lahir. Bagi golongan ini bahwa masalah akhlak adalah pembawaan dari
manusia sendiri, yaitu kecendrungan kepada kebaikan atau fithrah yang ada dalam
diri manusia, dan dapat juga berupa kata hati atau intuisi yang selalu cendrung
kepada kebenaran. Dengan pandangan seperti ini, maka akhlak akan tumbuh dengan
sendirinya, walaupun tanpa dibentuk atau diusahakan (ghair muktasabah).
Akhlak yang
mulia itu dibagi menjadi tiga bagian, yaitu:
a. Akhlak Terhadap Allah
d. Akhlak terhadap Diri Sendiri
e. Akhlak terhadap sesama manusia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar